Selasa, 17 Maret 2015

IZIN OPERASIONAL PONDOK PESANTREN BARU

PEMBERIAN IZIN OPERASIONAL PONDOK PESANTREN
A. Pengertian  
Izin operasional pondok pesantren merupakan bukti  tertulis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang melalui serangkaian proses dan prosedur yang telah dilalui terlebih dahulu sebagai legalitas atas kelayakan sebuah lembaga disebut pondok pesantren. Izin operasional ini lahir dari sejumlah tahapan yang telah dilalui terlebih dahulu untuk memastikan akan terpenuhinya persyaratan da n proses yang telah ditentukan. Persyaratan dan proses didasarkan at as landasan argumentasi-regulatif dan kebijakan teknis-operasional  untuk memastikan kelangsungan orientasi dan khittah pondok pesantren, yang sejalan baik dari sisi kepentingan kebijakan maupun kepentin gan kultural di masyarakat. Izin operasional merupakan bukti konkre t dan sah bahwa sebuah instansi disebut pondok pesantren. Jika dian alogikan dalam bidang transportasi, izin operasional pondok pesantren merupakan surat izin mengemudi yang sah bagi pengemudi kendaraan sehin gga ia dapat dan diperkenankan secara hukum mengoperasikan kendaraan tersebut sesuai peraturan yang berlaku. Demikian juga dengan izin operasional pondok pesantren, lembaga yang telah memiliki izin operasional ini berhak untuk menjalankan fungsi-fungsi yang melekat pada pondok pesantren, seperti fungsi pendidikan, fungsi transformasi ajaran agama, dan fungsi sosial lainnya dan diakui oleh negara. Izin operasional bersifat temporer, dibatasi waktunya ( limited of times), yakni 5 (lima) tahun. Pembatasan waktu izin operasional ini dimaksudkan untuk memudahkan  dalam melakukan  pemutakhiran (updating) data-data, di samping untuk memudahkan dalam pembinaan dan upaya peningkatan pondok pesantren. Dengan diterbitkannya izin operasional, pondok pesantren yang bersangkutan secara hukum telah diakui (recognize) oleh instansi yang berwenang untuk melakukan kegiatan dan program sesuai dengan tugas dan  fungsi yang melekat pada pondok pesantren dan berhak untuk mendapat kan pembinaan, fasilitasi, dan hal-hal lain yang melekat berdasarkan peraturan yang berlaku.
B. Unsur Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat untuk
menghasilkan lulusan yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pesantren dituntut agar dapat mengarahkan, membimbing, membina, dan menghasilkan santri yang dapat menjalankan peranan dirinya sebagai seorang muslim dalam penguasaan ajaran agama Islam sebagai pemenuhan kewajiban-individu seorang muslim ( fardlu ain), dan/atau menghasilkan ahli ilmu agama Islam sebagai pemenuhan kewajiban-kolektif umat Islam ( fardlu kifayah ). Sesuai dengan tujuan itu, secara fisik setidaknya  ada 5 (lima) unsur yang  harus terpenuhi secara integral oleh institusi pesantren. Kelimanya ini adalah sebagai berikut:
  1. Kyai, tuan guru, gurutta/anre gu rutta, inyiak, syekh, ajeungan, ustad atau sebutan lain  sesuai kekhasan wilayah masing-masing yang menunjukkan kompetensi keagamaan  dan kemampuan sosial yang sangat baik. Keberadaannya dalam po ndok pesantren dijadikan sebagai figur, teladan, dan/atau sekaligus pengasuh yang membimbing santri dan stakeholder pesantrennya. Oleh karenanya, kyai, tuan guru,gurutta/anre gurutta, inyiak, syekh,  ajeungan, ustad atau sebutan lainnya itu wajib berpendidikan pondok pesantren. Sementara pengalaman belajar pada instansi  pendidikan lainnya diposisikan sebagai kompetensi pendukung bagi kapasitas pengasuh pesantren.
  2. Santri mukim yang tinggal di pondok pesantren, minimal 15 (lima belas) orang. Santri yang tinggal dan berada di dalam po ndok pesantren selama 24 (dua puluh empat) jam  dalam seharidimaksudkan untuk mendalami pengetahuan keagamaan me lalui serangkaian kegiatan di pesantren,pengamalan dan pembinaan amaliyah ibadah, dan penanaman nilai-nilai akhlak karimah. Di samping santri mukim, pesantren juga diperbolehkan untuk menerima santri yang tidak mukim atau biasa dikenal dengan santri  kalong. Namun, keberadaan santri kalong ini tidak menjadi unsur po kok pondok pesantren, melainkan sebagai faktor penunjang atau suplemen aspek kesantrian.
  3. Pondok atau asrama  yang dimiliki dan berada di dalam lingkungan pesantren. Pondok atau asrama ini dimaksudkan untuk tempat tinggal dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi santri.  
  4. Masjid/mushalla atau ruangan yang digunakan sebagai tempat ibadah. Sebagai tempat ibadah, masjid/m ushalla dapat digunakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini dimaksudkan agar terjadi interaksi antara pesantren dengan masyarakat dan menghindari eksklusivisme pesantren. Selain difungsikan sebagai tempat ibadah, masjid/mushalla itu dapat difungsikan juga sebagai  tempat proses pembelajaran dan kajian ilmu-ilmu keislaman.  
  5. Kajian kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan mu’allimin untuk mendalami pengetahuan dan wawasan keagamaan Islam. Jika kitab kuning  merupakan beberapa literatur tertentu yang biasanya dikaji dari awal hingga akhir maka  dirasah islamiyah dengan pola pendidikan  mu’allimin merupakan kumpulan  kajian tentang ilmu agama Islam yang tersusun secara  terstruktur, sistematik dan terorganisasi yang bersifat integratif memadukan ilmu agama dan ilmu umum dan bersifat komprehensif dengan memadukan intra, ekstra dan kokurikuler, yang oleh sebagian  pesantren dikenal dengan sebutan sistem madrasy. Namun demikian, baik  kitab kuning maupun  dirasah islamiyah dengan pola pendidikan mu’allimin, keduanya memiliki 3 (tiga) kriteria dasar, yaitu menggunakan  literatur berbahasa Arab, literatur tersebut memiliki akar historis-akademis dengan pesantren, dan kandungannya sesuai nilai-nilai Islam-keindonesiaan, yakni menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, keadilan, toleransi, kemanusiaan, keikhlasan, kebersamaan, dan nilai-nilai luhur lainnya serta mengembangkan pemikiran yang  tawazun, tawasuth,  santun, inklusif, anti-radikal, menghargai perbedaan dan budaya lokalitas. Oleh  karenanya, pesantren akan terus  memperjuangkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam proses penyelenggaraan  pendidikannya, pesantren mengembangkan jiwa atau karakteristiknya  sebagai berikut:  
1.  Jiwa NKRI dan Nasionalisme  
Jiwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan nasionalisme  merupakan prinsip utam a dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang dikembangkan di wilayah Nega ra Kesatuan Republik Indonesia.  Semua lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, yang berada di  dalam wilayah teritori NKRI harus menjunjung nilai-nilai keindonesiaan,   kebangsaan, kenegaraan dan persat uan yang didasarkan atas NKRI,  Pancasila, UUD 1945,  dan Bhinneka Tunggal Ika.
2.  Jiwa Keilmuan  
Jiwa keilmuan ini melandasi pada seluruh  stakeholder dan civitas  akademika pondok p esantren untuk menimba, mencari, dan  mengembangkan ilmu pengetahuan yang tidak henti. Bagi kalangan  
pondok pesantren, mencari ilmu pengetahuan merupakan keharusan  yang dilakukan hingga
meninggal dunia. Demikian juga dengan  semangat untuk mengembangkan dan menyebarkan imu pengetahuan  kepada masyarakat meru pakan bagian dari ib adah sosial sebagai  pengejewantahan itikad meraih imu pengetahuan yang bermanfaat ( al- ilm al-nafi’).  
3.  Jiwa Keikhlasan  
Jiwa keikhlasan yang tidak didorong oleh ambisi apapun untuk  memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu tetapi semata-mata demi  ibadah kepada Allah. Jiwa keikhl asan termanifestasi dalam segala  rangkaian sikap dan tindakan yang  selalu dilakukan secara ritual oleh  komunitas pondok pesantren. Jiwa ini terbentuk oleh adanya suatu  keyakinan bahwa perbuatan baik m esti dibalas oleh Allah dengan  balasan yang baik pula, bahkan mungkin sangat lebih baik.  
4.  Jiwa Kesederhanaan
Sederhana bukan berarti pasif, melarat,  nrimo dan miskin, tetapi mengandung unsur kekuatan dan ke tabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan. Di balik kesederhanaan itu, terkandung jiwa yang besar, berani, maju terus dalam menghadapi perkembangan dinamika sosial. Kesederhanaan ini menjadi identitas santri yang paling khas di mana-mana.  
5.  Jiwa Ukhuwah Islamiyyah  
Ukhuwah islamiyyah yang demokratis ini tergambar dalam situasi  dialogis dan akrab antar komu nitas pondok pesantren yang  dipraktekkan sehari-hari. Disadari  atau tidak, keadaan ini akan  mewujudkan suasana damai, senasi b sepenanggungan, yang sangat  membantu dalam pembentukan dan pembangunan idealisme santri.  Perbedaan yang dibawa oleh santri  ketika masuk pondok pesantren  tidak menjadi penghalang dalam jalinan yang dilandasi oleh spiritualitas  Islam yang tinggi.  
6.  Jiwa Kemandirian  
Kemandirian disini bukanlah kemampuan dalam mengurusi persoalan- persoalan intern, tetapi kesanggupan membentuk kondisi pondok  pesantren sebagai institusi pendidikan Islam yang merdeka dan tidak  menggantungkan diri pada bantuan dan pamrih pihak lain.  Pondok  pesantren harus mampu berdiri di atas kekuatannya sendiri.  
7.  Jiwa Bebas  
Bebas dalam memilih alternatif jalan hidup dan menentukan masa  depan dengan jiwa besar dan sikap optimistis menghadapi segala  problematika hidup berdasarkan nilai-nilai Islam. Kebebasan di sini juga  berarti tidak terpengaruh atau tidak mau didikte oleh dunia luar.  
8.  Jiwa Keseimbangan  
Jiwa keseimbangan pada pondok p esantren dimanifestasikan atas  kesadaran yang mendasar atas fu ngsi manusia baik sebagai hamba  Allah maupun sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai hamba Allah,  manusia diwajibkan untuk beribadah  dan menjalin hubungan-personal  secara vertikal dengan Allah mela lui serangkaian ibadah-ibadah  mahdlah dan fasilitasi ibadah lainnya.  Sebagai khalifah di muka bumi,  manusia diwajibkan untuk menjalin  komunikasi, kerjasama, dan  hubungan sosial-horizontal antara sesama dan pemanfaatan alam  semesta secara harmonis untuk kepentingan kemanusiaan secara luas.Kedua fungsi ini senantiasa mendasari dalam sikap dan perilaku  keberagamaan, pola pikir, dan kegiatan sehari-hari secara seimbang.  
C. Proses Pemberian Izin Operasional Pondok Pesantren
Tahapan proses pemberian izin pendirian pesantren dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut.
1. Usulan dari Penyelenggara
Masyarakat yang hendak mengajukan izin operasional pondok pesantren baik melalui yayasan maupun badan hukum lainnya mengajukan ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara ini adalah sebagai berikut:
a)Memiliki kelengkapan 5 (lima) unsur pokok pesantren sebagaimana dijelaskan dalam Bab II huruf B, yakni memiliki:
  1. Kyai, tuan guru, gurutta/anre gurutta, inyiak, syekh, ajeungan, ustad atau sebutan lain sesuai kekhasan wilayah masing-masing sebagai figur,  teladan, dan/atau  sekaligus pengasuh yang dipersyaratkan wajib berpendidikan pondok pesantren.  
  2. Santri yang mukim di pesantren, minimal 15 (lima belas) orang.  
  3. Pondok atau asrama;  
  4. Masjid, mushalla; dan  
  5. Kajian kitab atau  dirasah islamiyah dengan pola pendidikan mu’allimin.
b. Mengembangkan jiwa atau karakt eristik pesantren sebagaimana dijelaskan dalam Bab II huruf B di  atas, terutama pada aspek jiwa NKRI (Negara Kesatuan Republik  Indonesia) dan nasionalisme. Pesantren harus menjunjung tinggi nilai-nilai keindonesiaan, kebangsaan, kenegaraan dan persatuan yang didasarkan atas NKRI, Pancasila, UUD 1945,  dan Bhineka Tunggal Ika.  
c)  Memiliki legalitas hukum yang sah baik berupa yayasan atau lainnya yang dibuktikan dengan akta     notaris dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang masih berlaku;
d) Memiliki bukti kepemilikan tanah milik atau wakaf yang sah atas nama yayasan atau lembaga yang mengsulkan izin operasional;
e)  Memiliki susunan pengurus yayasan/lembaga yang cukup;
f)  Memiliki surat keterangan domisili dari kantor kelurahan/desa setempat;
g)  Mendapatkan surat rekomendasi izin operasional dari Kantor Urusan Agama setempat;
h) Mengajukan surat permohonan izin operasional pesantren kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, sesuai dengan keberadaan lokasi bangunan pesantren. Secara prinsip, pengusulan izin operasional pesantren didasarkan pada keberadaan lokasi bangunan pesantren. Oleh karenanya, tidak dibenarkan pengusulan izin operasional pesantren kepada Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang berbeda dengan lokasi bangunan pesantren yang diusulkan. Demikian juga, tidak dibenarkan pengusulan satu izin operasional pesantren untuk pesantren cabang yang berada dikabupaten yang berbeda.
i)  Mengisi formulir yang telah disediakan.
 
2. Verifikasi oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
Kantor Kementerian Agama Kabu paten/Kota diwajibkan untuk melakukan verifikasi lapangan atas data-data yang diajukan oleh pengusul. Verifikasi ini dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian antara data yang diajukan dengan  fakta-fakta di lapangan. Verifikasi atas usulan pengajuan ini dilakukan selambat-lambatnya dilakukan 4 x 7 hari jam kerja setelah berkas usulan lengkap diterima. Hasil verifikasi yang dilakukan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota menghasilkan kesimpulan apakah usulan permohonan izin operasional ini diterima atau ditolak. Bagi hasil verifikasi yang diterima, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota segera menerbitkan surat keputusan dan menerbitkan piagam izin operasional pondok pesantren yang diserahterimakan kepada pengusul selambat-lambatnya 2 x 7 hari jam kerja setelah verifikasi dilaksan akan. Bagi hasil verifikasi yang ditolak, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota memberikan surat keterangan yang menjelaskan tentang alasan penolakannya. Setelah diberikan surat keterangan hasil verifikasi, pengusul dapat mengajukan kembali permohonan izin operasional pondok pesantren, sebagaimana permohonan pertama kali.
3. Izin Operasional Pesantren
Surat Keputusan atau piagam izin  operasional pondok pesantren yang diterbitkan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota harus secara jelas menuliskan nama yayasan/lembaga penyelenggara pesantren, nama pesantren, alamat pesantren, dan nomor pokok pesantren. Surat izin operasional ini dibatasi waktu selama 5 (lima) tahun. Hal ini dimaksudkan untuk Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dapat melakukan pemutakhiran dan validasi data-data pesantren yang ada di wilayahnya. Enam bulan sebelum masa izin oper asional berakhir, pondok pesantren bersangkutan berkewajiban untuk mengajukan perpanjangan izin operasional kembali kepada Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sebagaimana mengusulkan izin operasional pertama kali.   Izin operasional pesantren merupakan legalitas yang sah atas sebuah institusi dinamakan pesantren dalam perspektif negara. Izin opreasional pesantren ini merupakan izin oper asional induk yang tidak secara otomatis menjadi izin operasional atas satuan atau layanan pendidikan lainnya yang melekat pada pesantren. Jika pihak lembaga akan menyelenggarakan satuan atau bentuk layanan pendidikan lainnya yang melekat pada pesantren, seperti  Program Wajar Dikdas pada Pondok Pesantren, atau lainnya maka satuan atau bentuk layanan pendidikan dimaksud  harus mengajukan tersendiri sesuai dengan ketentuan lain yang berlaku. Izin operasional pesantren hanya diberlakukan pada pondok pesantren yang keberadaan lokasinya disebutkan di dalam izin operasional pesantren dimaksud. Dengan demikian, izin operasional pesantren tidak berlaku pada pesantren yang berbeda alamatnya atau pesantren-pesantren cabang. Pesantren yang alamatnya berbeda atau pesantren cabang diberlakukan seperti halnya pesantren yang berdiri sendiri. 

Lampiran dan contoh form pengajuan Pondok Pesantren Baru
Klik Disini







Tidak ada komentar:

Posting Komentar